Senin, 12 September 2011

Perjalanan Mudik Lebaran Sampai Lebaran 1432 H

Selorejo, 28/08/2011
kita -saya dan mbak umi- nyampe di sini pukul 15.58 Wib. lega rasanya kalo udah nyampe di Selorejo. artinya kurang beberapa menit lagi sudah tiba di rumahku. Aroma rumah sudah tercium dari sini...udaranya yang seger...uichhhh....membuatku cepet-cepet sampe di rumah.
Tapi kayaknya sudah menjadi hal yang wajib kita berpose-pose di Selorejo ini...heheheheh...biasa narsis dikit-dikit gak apa lahh...

 28/08/2011 15.59
*pemudik terlihat entah lagi ngapain di sana*

Jumat, 09 September 2011

Kumpulan Puisi "Pahlawan dan Tikus"


K.H.A. Mustofa Bisri
Kumpulan Puisi



Pahlawan
dan
tikus








Puisi-puisi gelap




















PAHLAWAN


Lahir. Hilang. Gugur. Hidup. Mengalir. Sudah.






































HURUF-HURUF HIDUP

Huruf-huruf hidup
Huruf-huruf mati
Kurangkai-rangkai
Kujadikan setangkai kata
Ingin kusematkan
_____Tersenyumlah!_____
Di rekah bibirmu
Lalu tiuplah pelan-pelan
Biar bertebaran
Kalimat kalimat keramat
Bagai manik-manik sorga
Di telaga
Hatiku.

1414


























MATAHARI MERAH PADAM


Matahari merah padam
Ingin sekali bersembunyi
Dalam cadar mega senja. Sia-sia.
Sudah terlanjur siangnya.
Ternoda.
Seperti bulan yang bermalam-malam
Tak hadir dalam pesta bintang
Berkemul kabut katanya meriang
Padahal malu.
Pada malam yang malang.
Diperkosa sana-sini. Lalu,
Hujan pun menangis sendiri.
Hari ini.


1414
























LES !


Les!
Tiba-tiba mimpi membawaku melayang
Melanglang alam bintang
Ternyata di sini tak seperti alam kita
Tak ada kata-kata
Hanya makna
Kecuali di suatu ruang
Mirip kebun binatang
Kubaca di depannya tulisan gamblang :
Kebun Manusia ‘Panggalipang’
Ketika masuk kulihat di mana-mana
Di antara kandang-kandang
Papan peringatan terpampang :
Awas, dilarang mengganggu manusia
Di sini aku tersesat
Ketika mencoba lepas lari
Dari mimpi
Les!
Tiba-tiba aku sudah berada
Di salah satu kandang
Dan
Kulihat diriku
Berusaha
Terjaga


1414



















Puisi-Puisi
Remang-Remang















DARI A SAMPAI Z


dari a sampai z dari alif sampai ya
kucari namamu tak ketemu
dengan huruf dan aksara apa
sebenarnya namamu
harus kubaca
ataukah aku
salah mengeja?


1414




























SEMUA


Tidak hanya baru tidak hanya hantu
Semua benda hidup dan tak hidup. Mati.
Langit membeku
mega-mega membatu
angin membisu
mentari mencair
bulan leleh
hujan jadi kisi-kisi
burung-burung tercenung
pohon-pohon kering
daun-daun gugur
sungai-sungai terkulai
telaga dahaga.
Bukuku tak lagi bercerita padaku
Penaku tak lagi menulisku. Sunyi.
Istriku terpigura
Anak-anakku jadi dekorasi
Kawan-kawanku kanvas pameran. Tuhan.
Di antara sepi yang nglangut
Nurani gentayangan mencari
Jejak denyut.
Allah.


1414














O


Aku tidak saja merampok rindu
Dari burung yang terbang menuju kekasih
Diam-diam aku juga mencuri kenikmatan ciuman
Angin senja pada pucuk cemara
Dan orgasme sesaat
Persetubuhan langit dan laut
Memang kurasakan getarnya pada tubuh
Namun tak lama
Hanya hampa
Yang menyiksa
Hanya
Hampa
Yang nyaris baka.


1415





















BUMI BINGUNG

Bumi bingung mencari-cari
Matahari siang hari

Burung-burung
Dikerahkan mengintip mendung
Gunung-gunung
Diperintahkan mengirim sungai
Melacak jejak sampai
Ke laut dan telaga.

Burung-burung
Melihat matahari
Tapi angin dan mendung
Mengancamnya
Jika bicara

Sungai, laut, dan telaga bahkan
Konon sempat memandikan
Mentari dan awan-awan
Sayang gunung-gunung
Sudah terlebih dahulu
Sejak awal membuat mereka bisu

(Diam-diam
Langit mencemaskan
Keadaan bumi)


1415









TIKUS


Memanen tanpa menanam
Merampok tanpa jejak

Kabur tanpa buntut
Bau tanpa kentut



1414




























KAUKAH SEPI ITU?


Sungai tak pernah berkata kepada laut
Aku rindu padamu
Laut tak pernah berkata kepada sungai
Tapi sungai dan laut terus saling memburu

Laut tak pernah berkata kepada langit
Aku mencintaimu
Langit tak pernah berkata kepada laut
Aku benci padamu
Tapi laut dan langit terus saling memadu

Langit tak pernah berkata kepada mega
Aku ingin berbicara denganmu
Mega tak pernah berkata kepada langit
Aku ingin mendiamkanmu
Tapi langit dan mega terus saling mengadu

Mega tak pernah berkata kepada angin
Aku ingin belaianmu
Angin tak pernah berkata kepada mega
Aku ingin menamparmu
Tapi mega dan angin terus saling bercumbu

Angin tak pernah berkata kepadaku
Ada berita untukmu
Aku tak pernah berkata kepada angin
Menanyakan beritamu
Tapi angin dan aku sudah saling tahu

Aku tak pernah berkata kepada sepi
Jangan menggangguku
Sepi tak pernah berkata kepadaku
Aku ingin menungguimu
Tapi aku dan sepi terus saling terpaku

Kaukah sepi itu?
1414
LEMBAH-LEMBAH KALENDER TUA


Lembar-lembar kalender tua
Yang sekalipun dengan hati-hati
Kurobek
Tercampak juga
Menyampah
Menyumpal tong usia
Kalaupun menyisakan
Ruang
Barangkali tinggal serongga
Duri
Penyesalan belaka.

1993
























DI TENGAH HIRUK PIKUK


Di tengah hiruk-pikuk ketidakpedulian yang angkuh
Kudengar erangan mirip keputusasaan yang lumpuh
Ada desah mengingatkanku akan kisah ketakutan lama
Ada jerit terpendam merisaukan sanubari renta
Ada duka mengadu pada duka
Memang
Ada juga kelembutan membelai sesekali
Tapi akankah jadi
Puisi.

1993


























A

(Untuk AW dan MAN)

Dihampiri mentari
Diterkam teriknya
Dibelai bulan
Dibuai pesonanya

Di mana langit
Dilarikan dirinya

Disapa angin
Disapu praharanya
Dijelang laut
Digulung gelombangnya

Di sini bumi
Ditanam namanya

1414



















JEDA


Berjuta-juta tangan kecil kugapai
Berjuta-juta mulut mungil kubelai
Setelah lelah melepas tenung
Melawan gunung
Bertetes-tetes air mata tulus
Tiris ke telaga
Batinku yang dahaga
Berendamlah duka
Menyelamlah luka
Sampai senyap jadi badai
Menyapu semua bangkai


1414























REINKARNASI


Abrahah-abrahah tak lagi datang membawa gajah
Dari jauh mereka mengirim burung-burung bagai ababil
Mengobrak-abrik batok kepala dan perut bumi
Menyikat ruh-ruh dan nurani

Abujahal-abujahal cebol terseret-seret pedang-pedang mereka
Sendiri ketika meneriakkan jihad fisabilillah
Di mimbar-mimbar
Di seminar-seminar
Di jalanan dan di pasar-pasar

Firaun-firaun kecil
Dan qarun-qarun kerdil
Mengacung-acungkan duplikat-duplikat tongkat
Musa yang keramat
Mencari-cari mangsa
Menakut-nakuti manusia
Menenung gunung
Menyihir laut
Meneluh hutan
Mengaduk-aduk tanah
Mengorek remah-remah
Mengais-ngais sampah

Di tempat-tempat ibadah yang indah
Tuhan tersalib dalam upacara sakral yang meriah
Dan mereka pun bebas leluasa
Bertuhan-tuhan ria
Seenaknya.

1994






TIKUS-TIKUS DI ATAS MEJA


Tikus-tikus di atas meja
(Seram juga melihat taring-taringnya)
Dengan rakus menyikat apa saja
Beberapa remah roti jatuh tercecer
Beberapa tikus meluncur turun ke bawah
Berebut remah dengan kecoa-kecoa kecil
Sesekali terdengar kersik suara
Tikus-tikus pun sekejab menghilang
Bagai ditelan bumi
Tapi tak lama moncong dan taringnya
Muncul lagi
Mengawasi sekeliling dengan waspada
Lalu naik lagi berputar-putar di atas meja
Mencari sisa-sisa dengan jelinya
Lalu turun lagi kalau-kalau ada yang terlewatkan
Lalu naik lagi dengan mata dan hidung memeriksa
Ketika tak ada lagi yang bisa dimakannya
Mereka pun beramai-ramai menggerogoti meja
Seekor kucing gembong mendekam di sudut
Pura-pura tak tahu
Atau barangkali
Takut.

1993













ANDAIKATA


Andaikata ku punya
Tak hanya
Lengan lunglai
Tempat kita meletakkan kalah
Andaikata ku punya
Tak hanya
Pangkuan landai
Tempat kita merebahkan resah

Andaikata ku punya
Tak hanya
Dada luka
Tempat kita menyandarkan duka
Andaikata ku punya
Tak hanya
Dengan kelu
Tempat kita menggenggam pilu

Andaikata ku punya
Tak hanya
Kata-kata dusta
Penyeka airmata
Andaikata ku punya
Tak hanya
Telinga renta
Penampung derita

Andaikata
Ku punya
Tak hanya
Andaikata

1414




PERLAWANAN


Penyesalan dan pengulangan
Pengulangan dan penyesalan
Silih berganti bagai ribuan lebah hutan
Mengikuti berjuta kata yang kami tikamkan
Menyengat lalu tak kalian rasakan
Menyengat lalu tak kalian hiraukan
Hingga akhirnya kalian kebal sengatan

Tapi biarlah kepada kalian
Untuk kesekian milyar kalinya kukatakan
Kami bukanlah lebah
Apalagi cacing tanah
Kami adalah takdir kalian
Justru kelaliman dan kebebalan kalian
Telah mengebalkan dan meliatkan
Tekad kami melawan

Kita lihat saja
Nyawa siapa
Yang lebih mampu bertahan

1414















INPUT DAN OUTPUT


Di mesjid-mesjid dan majlis-majlis taklim
Berton-berton huruf dan kata-kata mulia
Tanpa kemasan dituang-suapkan
Dari mulut-mulut mesin yang dingin
Ke kuping-kuping logam yang terbakar
Untuk ditumpahkan ketika keluar.

Di kamar-kamar dan ruang-ruang rumah
Berhektar-hektar layar kehidupan mati
Dengan kemas luhur ditayang-sumpalkan
Melalui mata-mata yang letih
Ke benak-benak seng berkarat.
Untuk dibawa-bawa sampai sekarat.

Di kantor-kantor dan markas-markas
Bertimbun-timbun arsip kebijaksanaan aneh
Dengan map-map agung dikirim-salurkan
Melalui kepala-kepala plastik
Ke segala penjuru urat nadi
Untuk diserap sampai mati.

Di majalah-majalah dan koran-koran
Berkilo-kilo berita dan opini Tuhan
Dengan disain nafsu dimutah-jejalkan
Melalui kolom-kolom rapi
Ke ruang-ruang kosong tengkorak
Orang-orang tua dan anak-anak

Di hotel-hotel dan tempat-tempat hiburan
Beronggok-onggok daging dan virus
Dengan bungkus sutera disodor-suguhkan
Melalui saluran-saluran resmi
Ke berbagai pribadi dan instansi
Untuk dinikmati dengan penuh gengsi



Di jalan-jalan dan di kendaraan-kendaraan
Berbarel-barel bensin dan darah
Dengan pipa-pipa kemajuan ditumpah-ruahkan
Melalui pori-pori kejantanan
Ke tangki-tangki penampung nyawa
Untuk menghidupkan sesal dan kecewa.

1415








































Puisi-Puisi
Agak Terang
























KETIKA TUHAN


Ketika Tuhan menyampaikan
maksudNya menciptakan manusia
sebagai khalifahNya di dunia
para malaikat pun berkata
Tuhan, mengapa paduka
Hendak mencipta
Makhluk perusak di sana
Penumpah darah semena-mena
Sedangkan kita
Terus bertasbih dan memuja
Paduka?
Tuhan pun bersabda
Aku tahu apa
Yang kalian buta
Terhadapnya

Ketika sang khalifah benar-benar semena-mena
Merusak dan menumpahkan darah di mana-mana
Di dunia
Apakah kita akan membenarkan para malaikat dan berkata
KepadaNya seperti mereka lalu siapakah kita
Yang tahu kehendak Sang Pencipta?


1414














NAZAR IBU DI KARBALA

Pantulan mentari
Senja dari kubah keemasan
Mesjid dan makam sang cucu nabi
Makin melembut pada genangan
Airmata ibu tua
Bergulir-gulir
Berkilat-kilat
Seolah dijaga pelupuk
Agar tak jatuh
Indah warnanya
Menghibur bocah berkaki satu
Dalam gendongannya
Tapi jatuh juga akhirnya
Manik-manik bening berkilauan
Menitik pecah
Pada pipi manis kemerahan
Puteranya

“ibu menangis ya, kenapa?
Meski kehilangan satu kaki
Bukankah ananda selamat kini
Seperti yang ibu pinta?”
“airmata bahagia, anakku
Kerna permohonan kita dikabulkan
Kita ziarah kemari hari ini
Memenuhi nazar ibumu”

Cahaya lembut masih memantul-mantul
Dari kedua matanya
Ketika sang ibu tiba-tiba berhenti
Berdiri tegak di pintu makam
Menggumamkan salam :

”assalamualaika ya sibtha rasulillah
Salam bagimu, wahai cucu rasul
Salam bagimu, wahai permata zahra”
Lalu dengan permatanya sendiri
Dalam gendongannya
Hati-hati maju selangkah-selangkah
Menyibak para peziarah
Yang begitu meriah
Disentuhnya dinding makam seperti tak sengaja
Dan pelan-pelan dihadapkannya
Wajahnya ke kiblat
Membisikkan munajat :
“terimakasih, tuhanku
Dalam galau perang yang tak menentu
Engkau hanya mengujiku
Sebatas ketahananku
Engkau hanya mengambil suamiku
Gubuk kami
Dan sebelah kaki
Anakku
Tak seberapa
Dibanding cobamu
Terhadap cucu rasulmu ini
Engkau masih menjaga
Kejernihan pikiran
Dan kebeningan hati
Tuhan,
Kalau aku boleh meminta ganti
Gantilah suamiku, gubuk, dan kaki anakku
Dengan kepasrahan yang utuh
Dan semangat yang penuh
Untuk terus melangkah
Pada jalan lurusmu
Dan sadarkanlah manusia
Agar tak terus menumpahkan darah
Mereka sendiri sia-sia
Tuhan,
Inilah nazarku
Terimalah.”


Karbala, 1409









IBU


Ibu
Kaulah gua teduh
Tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah
Dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
Yang tergelar lembut bagiku
Melepas lelah dan nestapa
Gunung yang menjaga mimpiku
Siang dan malam
Mata air yang brenti mengalir
Membasahi dahagaku
Telaga tempatku bermain
Berenang dan menyelam

Kaulah, ibu, laut, dan langit
Yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
Yang mengawal perjalananku
Mencari jejak sorga
Di telapak kakimu

(Tuhan,
Aku bersaksi
Ibuku telah melaksanakan amanatMu
Menyampaikan kasih sayangMu
Maka kasihilah ibuku
Seperti Kau mengasihi
Kekasih-KekasihMu
Amin).

1414







SUJUD
Bagaimana kau hendak bersujud
Pasrah
Sedang wajahmu yang bersih
Sumringah
Keningmu yang mulia
Dan indah
Begitu pongah
Minta sajadah
Agar tak menyentuh
tanah

apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak
menyembah bapamu
dengan congkak
tanah hanya patut diinjak
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya
lahan pemanjaan
nafsu serakah dan tamak?

Apakah kau lupa
Bahwa tanah adalah bapa
Dari mana ibumu dilahirkan
Tanah adalah ibu
Yang menyusuimu
Dan memberi makan

Tanah adalah kawan
Yang memelukmu dalam kesendirian
Dalam perjalanan panjang
Menuju keabadian?
Singkirkan saja sajadah mahalmu
Ratakan keningmu
Letakkan heningmu
Tanahkan wajahmu
Pasrahkan jiwamu
Biarlah rahmat agung
Allah membelaimu
Dan terbanglah, kekasih
15.5.1993
AKHIRNYA AHADKU PUN TERKAPAR LAGI

Akhirnya ahadku pun terkapar lagi
Sia-sia seperti sebelumnya
Sabtuku
Jumatku
Kamisku
Rabuku
Selasaku
Seninku
Terkapar lagi sia-sia

Datang mingguku
Pergi mingguku
Minggu-minggu mengganggu
Minggu-minggu ragu-ragu
Minggu-minggu menunggu
Menunggu                                       ragu-ragu
Akibat kekeliruan
Menunggu                                       ragu-ragu
Hasil kebenaran
Untuk lakukan kebenaran
Menunggu                                        ragu-ragu
Dampak kemungkaran
Untuk tolak kemungkaran

Padahal hari-hari
Bulan dan matahari
Begitu pasti

Bagai kalender meja kusobeki diriku sendiri
Hari demi hari
Dibalik kutulisi
Catatan-catatan yang kemudian
Tak jelas terbaca
Ada catatan-catatan
Kenangan
Utang-utang
Alamat-alamat
Harapan-harapan
Rencana-rencana
Umpatan-umpatan
Niat-niat
Tau-tau
Kalender baru
Kembali datang padaku
Tersenyum kaku
Mengejekku
!

1 Muharram 1414



































KURBAN
Di sana
Barangkali ibrahim, hajar, dan ismail pun mengawasi
Lautan kafan kepasrahan berputar-putar
Mengitari titik bumi
Allahu akbar!
Meluap-luap di pelataran suci
Mencoba menyapu sampah dalam diri selama ini
Allahu akbar!
Menderas arus berkejar-kejaran
Putar-balik antara bukit shafa dan marwah
Meyakinkan diri akan penerimaan
Sebelum tumpah menutup padang arafah yang ramah
Allahu akbar!
Meluber ke muzdalifah membanjiri mina yang menyerah
Allahu akbar!
Lalu balik melimpah menggenangi ka’bah
Dan menyatu dengan mata air zamzam yang pemurah
Allahu akbar!

Di sini pun
Kerelaan ibrahim, kepatuhan hajar, dan kepasrahan ismail
Menguji kesayangan
Yang dikurbankan
Bismillahi allahu akbar!
Relakan sepenuh hati relakanlah!
Relakan sepenuh hati relakan!
Bismillahi allahu akbar!
Kurelakan permataku semata wayang
Bismillahu allahu akbar

Adakah yang lebih tersayang melebihi putera tersayang
Adakah yang lebih berharga melebihi nyawa
Kecuali kasihnya
Yang menanti di batas ketulusan?
Hari ini pun
Agaknya hingga kapan pun
Kurban tetap tak seberapa
Takbir tak seberapa
Tahmid tak seberapa
Tapi terimalah, tuhan!
Bismillahi allahu akbar walillahil hamdu!
1413/1993